Potensi Bahan Bakar Ramah Lingkungan untuk Keberlanjutan Global

Pelajari dampak positif bahan bakar ramah lingkungan terhadap ekonomi dan lingkungan. Temukan bagaimana teknologi terbaru dan inovasi tercipta untuk mencapainya

Oleh: Lusiana Haryanti
Mempelajari Bahan Bakar Ramah Lingkungan

Perubahan iklim adalah salah satu tantangan lingkungan global terbesar yang kita hadapi saat ini. Krisis iklim yang semakin meningkat memaksa kita untuk mempertimbangkan transisi ke sumber energi bahan bakar yang lebih ramah lingkungan.

Penggunaan bahan bakar fosil telah lama diketahui berdampak negatif terhadap lingkungan, menyebabkan peningkatan suhu bumi dan perubahan iklim. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk mencari alternatif energi yang lebih bersih dan lebih berkelanjutan.

Seperti yang kita ketahui, evolusi bahan bakar dari konvensional ke ramah lingkungan telah mengalami perkembangan yang signifikan. Berbagai jenis bahan bakar ramah lingkungan telah dikembangkan, mulai dari biopelet yang terbuat dari limbah biomassa seperti ampas kelapa, serbuk gergaji, dan asam kopi, hingga listrik yang menjadi alternatif penting dalam mengurangi pencemaran udara.

Selain itu, gas alam juga menjadi pilihan populer karena proses pembakarannya yang lebih bersih dibandingkan bahan bakar fosil. Bahan bakar lain seperti Dimetil Eter (DME), yang berbahan dasar metanol atau gas alam, juga telah digunakan untuk mengoperasikan kendaraan dan kebutuhan rumah tangga.

Biofuel juga menjadi perhatian utama dalam inovasi energi ramah lingkungan. Dengan berbasis bahan organik, biofuel menjanjikan masa depan energi yang lebih bersih dan hijau, sekaligus mengurangi emisi gas rumah kaca dan ketergantungan pada bahan bakar fosil.

4 Jenis Bahan Bakar Ramah Lingkungan

Jenis-jenis bahan bakar yang ramah lingkungan sebenarnya ada lebih dari 4 dan kemungkinan akan terus berkembang sesuai dengan hasil penelitian dan uji coba yang akan terus dilakukan demi keberlanjutan hidup (sustainability).

1. Biodiesel

Sebotol Biodiesel
Sebotol Biodiesel. Foto: UNAIR – Universitas Airlangga Official Website

Biodiesel, yang terbuat dari minyak nabati atau lemak hewani, menjadi alternatif penting bagi bahan bakar diesel konvensional. Di Indonesia, biodiesel dibuat terutama dari minyak sawit.

Program mandatori seperti B30, yang mewajibkan pencampuran 30% biodiesel ke dalam solar, telah dijalankan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca. Namun, tantangan produksi biodiesel mencakup keberlanjutan, terutama karena isu deforestasi, dan persaingan pasar global.

Dibandingkan dengan solar, biodiesel memiliki kualitas yang lebih baik, dengan cetane number yang lebih tinggi dan emisi yang lebih rendah, tetapi juga menimbulkan kekurangan seperti produktivitas yang lebih rendah dan masa simpan yang pendek​​​​​​​​​​.

2. Etanol

Sebotol Etanol
Sebotol Etanol. Foto: Indochem

Informasi spesifik mengenai etanol tidak ditemukan dalam sumber yang diakses. Namun, secara umum, etanol sering dihasilkan dari fermentasi biomassa yang mengandung karbohidrat, seperti jagung atau tebu, dan digunakan sebagai aditif untuk meningkatkan oktan dan mengurangi emisi bahan bakar.

3. Bahan Bakar Hidrogen

Bahan bakar hidrogen merupakan inovasi penting dalam teknologi ramah lingkungan. Hidrogen dapat digunakan di dalam sel bahan bakar untuk menghasilkan listrik, air, dan panas, dengan emisi utama berupa uap air. Karena efisiensinya yang tinggi dan emisi rendah, hidrogen memiliki potensi besar untuk masa depan, terutama dalam industri transportasi.

4. Bahan Bakar Sintetis

Bahan bakar sintetis dihasilkan melalui proses kimia dari sumber daya alam, seperti batubara, gas alam, atau biomassa. Keunggulannya terletak pada kemampuannya untuk menghasilkan emisi yang lebih rendah dibandingkan bahan bakar konvensional. Di industri otomotif, bahan bakar sintetis bisa menjadi alternatif penting dalam transisi ke energi bersih.

Penelitian dan inovasi terus berkembang dalam bidang bahan bakar ramah lingkungan. Salah satu contohnya adalah pengembangan etanol sebagai alternatif bahan bakar fosil. Etanol memiliki potensi mengurangi emisi gas rumah kaca dan polusi udara serta air, sekaligus mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil.

Di Indonesia, program bioetanol dari bahan baku tebu sedang dikembangkan untuk meningkatkan produksi bioetanol nasional​​.

Evolusi bahan bakar ramah lingkungan ini diperkirakan akan terus berkembang, dengan fokus pada keberlanjutan global. Dengan meningkatnya kesadaran tentang perubahan iklim dan kebutuhan energi yang berkelanjutan, kita bisa mengharapkan lebih banyak inovasi di bidang ini.

Ini termasuk pengembangan teknologi energi baru yang lebih efisien, terjangkau, dan ramah lingkungan. Revolusi Hijau akan berperan penting dalam transisi ini, dengan potensi untuk mengubah lanskap ekonomi dan lingkungan global.

Dampak dari Bahan Bakar Ramah Lingkungan

Penggunaan bahan bakar ramah lingkungan tidak hanya berdampak pada lingkungan sekitar hidup kita, melainkan berdampak juga pada ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.

Terutama bahan bakar ramah lingkungan berdampak signifikan pada ekonomi. Penggunaan bahan bakar ini bisa menghemat BBM secara keseluruhan, mengurangi ketergantungan pada energi fosil yang terbatas, serta mempromosikan efisiensi energi.

Dalam konteks Indonesia, hilirisasi sumber daya alam seperti CPO (Crude Palm Oil) ke biofuel dan biogas mendukung ekonomi hijau, menawarkan potensi besar dalam mengembangkan industri terkait, termasuk baterai listrik berbasis nikel yang penting untuk kendaraan listrik.

Pemerintah Indonesia menargetkan pertumbuhan signifikan dalam penggunaan kendaraan listrik, mengurangi penggunaan BBM secara signifikan dan mengurangi emisi CO2​​​​.

Bahan bakar ramah lingkungan juga memiliki dampak lingkungan yang lebih rendah dibandingkan dengan sumber energi konvensional. Pengurangan emisi gas rumah kaca adalah manfaat utama dari energi alternatif seperti biofuel, etanol, dan sumber energi terbarukan lainnya.

Sumber daya ini tidak hanya mengurangi emisi karbon tetapi juga menawarkan keberlanjutan karena menggunakan sumber daya yang dapat diperbarui. Revolusi Hijau, yang berfokus pada pengembangan teknologi energi baru terbarukan, dapat mengurangi risiko bencana alam akibat perubahan iklim, sekaligus menciptakan lapangan kerja baru di industri energi terbarukan​​​​.

Inovasi dan Terobosan Teknologi

Dalam upaya mengatasi perubahan iklim, Indonesia berkomitmen mencapai target emisi nol bersih (net zero emissions) pada tahun 2060, dengan mengandalkan energi terbarukan seperti panas bumi.

Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP), misalnya, telah menjadi bagian penting dari sistem energi terbarukan di Indonesia, dengan kapasitas terpasang yang terus meningkat.

PT Pertamina (Persero) juga telah berperan aktif dalam menyediakan bahan bakar ramah lingkungan untuk berbagai jenis kendaraan. Dengan berfokus pada pengembangan energi hidrogen dan meningkatkan kualitas bahan bakar minyak (BBM) untuk lebih ramah lingkungan, Pertamina memastikan bahwa mereka siap memenuhi kebutuhan energi yang beragam dari masyarakat.

Kendaraan listrik juga menjadi bagian penting dari upaya mitigasi perubahan iklim, dengan pemerintah Indonesia menargetkan penggunaan kendaraan listrik yang lebih luas, sebagai bagian dari upaya transisi energi nasional yang berkelanjutan.

Inovasi ini bukan hanya tentang mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan, tetapi juga tentang memanfaatkan inovasi teknologi untuk masa depan yang lebih berkelanjutan. Dengan kerjasama antara pemerintah, industri, dan masyarakat, kita dapat menciptakan lingkungan yang lebih bersih dan sehat untuk generasi yang akan datang.

Kabar Terkait