Kominfo Ancam 6 OTA Asing: Daftar PSE atau Hadapi Pemblokiran!

Kominfo menetapkan deadline bagi 6 Online Travel Agent (OTA) asing, termasuk Booking.com dan Airbnb, untuk mendaftar sebagai PSE Lingkup Privat atau berisiko diblokir.

Oleh: Rendy Andriyanto
kominfo

  • Kominfo beri ultimatum blokir kepada 6 OTA asing, termasuk Booking.com dan Airbnb, jika tidak daftar PSE dalam 5 hari kerja.
  • Airbnb dan Agoda sudah terdaftar sebagai PSE Lingkup Privat, sementara 4 OTA lainnya belum.
  • Kebijakan pendaftaran PSE bertujuan mengawasi ekosistem digital dan melindungi data pengguna di Indonesia.

Di tengah hiruk pikuk dunia pariwisata yang kian menggeliat, sebuah drama regulasi mengemuka, menyeret nama-nama besar dalam industri Online Travel Agent (OTA).

Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), sebagai pengawal digital tanah air, baru-baru ini melontarkan ultimatum yang mengejutkan kepada enam raksasa OTA asing.

Dari Agoda hingga Airbnb, tak satu pun luput dari sorotan tajam pemerintah Indonesia yang menuntut kepatuhan terhadap regulasi Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) Lingkup Privat.

Kisah ini bukan hanya sekedar peringatan, melainkan sebuah cerminan dari dinamika digitalisasi yang kian kompleks di Indonesia.

Ultimatum Kominfo untuk 6 Online Travel Agent (OTA) Asing

Ultimatum Kominfo, yang terangkum dalam Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 10 Tahun 2021, adalah sebuah langkah tegas dari pemerintah untuk mengawal ekosistem digital yang aman dan dapat dipercaya.

Enam OTA yang terpilih, yakni:

  1. Booking.com
  2. Agoda.com
  3. Airbnb.com
  4. Klook.com
  5. Trivago.co.id
  6. Expedia.co.id

kini berada di bawah tekanan untuk memenuhi kewajiban pendaftaran PSE Lingkup Privat dalam waktu singkat.

Menariknya, dalam saga ini terdapat pula sebuah plot twist. Pantauan terkini menunjukkan bahwa Airbnb dan Agoda telah melangkah maju, mematuhi regulasi dengan mendaftarkan diri sebagai PSE Lingkup Privat.

Namun, keempat lainnya masih terombang-ambing dalam ketidakpastian, dengan risiko pemblokiran akses yang mengintai di akhir pekan.

Situasi ini membawa kita kepada refleksi tentang tantangan digitalisasi. Di satu sisi, pemerintah berupaya keras membangun ekosistem digital yang terstruktur dan aman. Namun di sisi lain, regulasi seperti ini menuntut adaptasi cepat dari pelaku industri global yang beroperasi di Indonesia.

Kewajiban Perusahaan Teknologi PSE

Wajib mendaftar sebagai PSE bukanlah perkara baru. Sejak diberlakukannya Peraturan Menteri Kominfo Nomor 5 Tahun 2020, berbagai perusahaan teknologi, dari lokal hingga global, telah menjalani proses ini.

Dari Meta hingga TikTok, semua diwajibkan untuk mendaftarkan layanan mereka, menandakan era baru dalam pengawasan digital di Indonesia.

Peraturan ini membuka jalan bagi transparansi yang lebih besar dalam ekosistem digital, memungkinkan masyarakat untuk mengenal lebih jauh siapa yang menyediakan layanan kepada mereka. Lebih dari itu, ini adalah upaya pemerintah untuk melindungi data pribadi warga negara dalam genggaman layanan digital global.

Namun, di balik semua regulasi dan ultimatum, terdapat pesan yang lebih dalam tentang pentingnya sinergi antara inovasi digital dan regulasi yang adaptif.

Cerita ini bukan sekadar tentang pendaftaran PSE, melainkan tentang bagaimana Indonesia, sebagai negara yang sedang berkembang, berupaya keras untuk menyeimbangkan antara pertumbuhan ekonomi digital yang pesat dengan perlindungan data dan privasi warganya.

Seiring berjalannya waktu, kita semua menantikan bagaimana saga ini akan berakhir. Apakah akan ada lebih banyak OTA yang mengikuti jejak Airbnb dan Agoda? Atau, apakah kita akan menyaksikan langkah tegas Kominfo dalam mengimplementasikan pemblokiran akses?

Satu hal yang pasti, dinamika antara regulasi dan inovasi digital di Indonesia masih akan terus berlanjut, membentuk masa depan ekosistem digital yang lebih aman dan terpercaya bagi kita semua.

Kabar Terkait