Algoritma TikTok: Peluang Viral, Namun Hambatan bagi Karier Kreatif

Meski algoritma TikTok dapat membuat pengguna menjadi viral, namun algoritma tersebut juga membawa tantangan tersendiri bagi para kreator konten dalam membangun karier yang berkelanjutan

Oleh: Rendy Andriyanto
TikTok App

TikTok App

  • Algoritma TikTok yang memungkinkan pengguna menjadi viral bisa menjadi kendala bagi kreator konten yang berusaha membangun karier atau bisnis berkelanjutan.
  • Mempertahankan perhatian di TikTok merupakan tantangan, karena kreator harus terus memposting konten dengan harapan menarik penonton.
  • Walaupun TikTok masih menjadi tempat yang populer, kreator mulai merasa lelah dan mencari strategi lain seperti memposting lebih banyak konten di platform saingan seperti Snapchat.

Sebagai aplikasi yang digemari oleh jutaan pengguna di dunia, TikTok memiliki daya tarik uniknya sendiri. Namun, algoritma yang menjadi kekuatan di balik kesuksesan TikTok ternyata menjadi tantangan tersendiri bagi para kreator konten yang berupaya membangun bisnis yang berkelanjutan.

Dipicu oleh algoritma cerdasnya, TikTok memampukan siapa saja untuk mendapatkan popularitas dan menjadi viral hanya dengan satu video yang tepat.

Bukti sukses ini membuat banyak orang berharap bisa menjadi kreator konten penuh waktu dan mungkin bahkan menjadi kaya dari video-video mereka.

Kesulitan Menjaga Keberlanjutan di TikTok

Namun, permasalahan yang ada di TikTok adalah algoritma berbasis kecerdasan buatannya yang merasa tak pernah cukup dan selalu membutuhkan lebih banyak konten.

Untuk tetap menangkap perhatian, kreator harus terus memposting konten, berharap setiap kali bahwa algoritma akan menyukainya dan menarik penonton.

Sean Atkins, presiden perusahaan distribusi konten kreator, Jellysmack, menggambarkan kondisi ini, “Setiap platform yang tidak dibangun berdasarkan persona atau entitas pasti akan menghadapi masalah ini,”.

Ia menyoroti kontras dengan platform seperti Instagram dan Twitch yang tumbuh dengan mengikuti individu dan membangun hubungan langsung dengan penggemar. “Dalam dunia konten yang tak terbatas dan dorongan dopamine, sangat sulit untuk membangun sebuah komunitas.”

Pengaruh Algoritma terhadap Penghasilan Influencer

Untuk influencer yang berharap mendapatkan penghasilan dari media sosial, komunitas penggemar adalah kunci untuk mengamankan kesepakatan dengan merek dan sponsor yang bisa bernilai ratusan hingga ribuan dolar per pos.

Idealnya, influencer dapat membuktikan bahwa orang membeli produk yang mereka promosikan bukan hanya karena video yang menarik perhatian, tetapi karena kepercayaan yang telah mereka bangun dengan penonton mereka.

Hidup hanya dari viralitas sendiri tidaklah berkelanjutan: TikTok masih membayar sekitar 3 sen per seribu tayangan video, dan hanya untuk influencer dalam dana undangannya saja.

Meski demikian, kreator masih harus berada di TikTok saat ini, karena itu tempat orang-orang menghabiskan waktu mereka.

Namun, kreator juga mulai merancang strategi untuk mengubah perhatian sejenak menjadi fandom jangka panjang, seperti dengan memposting lebih banyak di layanan saingan seperti Snapchat, di mana pengikut mereka benar-benar dapat melihat output mereka secara konsisten dan membangun hubungan langsung dengan mereka.

Algoritma berbasis minat TikTok telah menjadi sumber iri hati bagi rival; Instagram, misalnya, menunjukkan pengguna lebih banyak video dari orang yang tidak mereka ikuti saat ini.

Tetapi, kreator mulai merasa lelah. Apakah mereka akan bertahan di TikTok, atau berpindah ke platform lain, hanya waktu yang akan menentukan.

Kabar Terkait