Google Batasi Pertanyaan Terkait Pemilu pada Chatbot Gemini

Google mengambil langkah proaktif dengan membatasi pertanyaan terkait pemilu di chatbot AI Gemini, menunjukkan komitmen terhadap keakuratan informasi pemilu dan upaya melawan misinformasi.

Oleh: Rendy Andriyanto
Google Gemini

Daftar Isi

Maaf, konten ini tidak memiliki daftar isi

  • Google membatasi pertanyaan terkait pemilu pada chatbot AI Gemini untuk menghindari misinformasi.
  • Pembatasan dilakukan setelah kontroversi terkait ketidaktepatan alat generasi gambar AI.
  • Langkah ini menunjukkan komitmen Google terhadap integritas informasi pemilu.

Dalam perkembangan terbaru yang menarik perhatian publik, Google mengumumkan pembatasan terhadap pertanyaan terkait pemilu yang diajukan kepada chatbot kecerdasan buatan (AI) miliknya, Gemini.

Keputusan ini dilakukan di tengah ketegangan global terkait penggunaan AI dalam proses pemilu dan meningkatnya kekhawatiran tentang penyebaran misinformasi.

Menurut sumber dari TechCrunch, pembatasan ini telah dilakukan di Amerika Serikat dan India, negara yang akan segera mengadakan pemungutan suara.

Google mengambil langkah proaktif ini untuk “memastikan informasi berkualitas tinggi untuk kueri terkait pemilu,” seperti yang dinyatakan dalam postingan blog perusahaan tersebut.

Keputusan ini datang tidak lama setelah Google menarik kembali alat generasi gambar AI-nya bulan lalu karena sejumlah kontroversi, termasuk ketidaktepatan historis dan tanggapan yang menimbulkan perdebatan.

Gemini, yang merupakan bagian dari suite model AI utama Google, telah menjadi sorotan karena responsnya terhadap pertanyaan sensitif, termasuk politik dan pemilu.

Kini, ketika pengguna mengajukan pertanyaan tentang partai politik atau kandidat tertentu, Gemini akan memberikan pesan standar yang menyarankan pengguna untuk mencoba pencarian Google.

Namun, TechCrunch menemukan bahwa sistem masih dapat diakali dengan pertanyaan yang disengaja salah eja, menunjukkan bahwa penyesuaian terhadap AI ini mungkin akan terus berkembang.

Langkah ini muncul di tengah persiapan platform teknologi untuk tahun pemilu yang besar di seluruh dunia, yang memengaruhi lebih dari empat miliar orang di lebih dari 40 negara.

Peningkatan konten yang dihasilkan AI telah memunculkan kekhawatiran serius tentang misinformasi terkait pemilu, dengan jumlah deepfake yang dihasilkan meningkat 900% dari tahun ke tahun, menurut data dari firma pembelajaran mesin Clarity.

Misinformasi terkait pemilu telah menjadi masalah besar sejak kampanye presiden 2016, ketika aktor Rusia mencari cara murah dan mudah untuk menyebarkan konten tidak akurat di platform sosial.

Di tengah meningkatnya penggunaan AI, para pembuat kebijakan kini semakin khawatir tentang potensi penyalahgunaan teknologi ini dalam mempengaruhi pemilih.

Di sisi lain, Google dan raksasa teknologi lainnya seperti Microsoft dan Amazon terus menekankan komitmen mereka untuk mengembangkan asisten atau agen AI, yang berkisar dari chatbot hingga asisten pemrograman dan alat produktivitas lainnya.

Dalam panggilan penghasilan terakhirnya, CEO Alphabet Sundar Pichai menyatakan bahwa tujuan jangka panjangnya adalah menawarkan agen AI yang dapat menyelesaikan lebih banyak tugas untuk pengguna, termasuk dalam Pencarian Google, meskipun dia mengakui masih banyak tantangan yang harus dihadapi.

Apakah pembatasan ini akan dicabut setelah pemilu selesai masih belum jelas. Namun, komitmen Google untuk terus memperbaiki dan memperketat pengawasan terhadap AI-nya menunjukkan upaya serius dalam mengatasi masalah misinformasi dan memastikan integritas proses pemilu.

Saat dunia semakin bergantung pada teknologi dalam setiap aspek kehidupan, tindakan seperti ini penting untuk menjaga kepercayaan publik dan memastikan bahwa perkembangan AI bergerak dalam arah yang bertanggung jawab dan transparan.

Kabar Terkait